Legal Memorandum Tentang Hak Mewaris Anak Tiri Laki-Laki Pada Masyarakat Batak Toba Ditinjau Berdasarkan Hukum Adat Batak Toba Dan Hukum Positif Indonesia

Authors

  • Yohanes Paulus Hutasoit Universitas Padjadjaran
  • Bambang Daru Nugroho Universitas Padjadjaran
  • Fatmi Utarie Nasution Universitas Padjadjaran

DOI:

https://doi.org/10.59188/jcs.v1i5.165

Keywords:

Hak Waris Anak Tiri Laki-Laki, Hukum Adat Batak Toba, KUH Perdata, Undang-Undang Perkawinan No 16 Tahun 2019

Abstract

Hukum Adat mengatur mengenai perkawinan, kelahiran, kematian, dan pemberian waris. Masyarakat Adat Batak Toba menganut sistem patrilineal, dimana dalam sistem ini kedudukan anak laki-laki lebih tinggi dari anak perempuan. Namun, dalam kasus yang terjadi pada penulisan ini yaitu dalam suatu keluarga suku Adat Batak Toba yang beragama non muslim (Keluarga Bapak Parsaoran Hutasoit), terdapat anak tiri laki-laki (Bapak Rudolf Lumban Tobing), yang mengklaim memiliki hak waris dari pernikahan ayah tirinya (Bapak Parsaoran Hutasoit), dengan ibu kandungnya (Ibu Delima Nainggolan). Maka penulisan ini ditujukan untuk mengetahui hak waris anak tiri laki-laki pada Masyarakat Batak Toba yang beragama non muslim, berdasarkan Hukum Adat Batak Toba dan Hukum Positif Indonesia (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan). Metode penulisan yang digunakan dalam memorandum hukum (legal memorandum) ini adalah penulisan hukum normatif. Dikarenakan penulisan hukum normatif adalah penulisan hukum yang dilakukan dengan cara meneliti data sekunder. Pada penulisan ini untuk mendapatkan data sekunder atau bahan-bahan hukum Penulis menggunakan Buku, Jurnal, Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen Keempat, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dan hasil wawancara dengan salah satu pihak yang bersengketa beserta dua Tokoh Adat Batak Toba. Berdasarkan penulisan yang diperoleh bahwa menurut Hukum Adat Batak Toba kedudukan anak tiri laki-laki dalam hal mewaris tidak sama dengan kedudukan anak kandung laki-laki. Akan tetapi, kedudukan anak tiri laki-laki hampir sama dengan anak angkat laki-laki. Dikarenakan anak yang diangkat dari perkawinan sebelumnya masuk ke dalam perkawinan ibu atau ayahnya yang baru, merupakan anak yang sah dan di akui dalam lingkungan Masyarakat Adat, dengan cara dilakukan beberapa prosesi Adat. Jika tidak diangkat dilingkungan Masyarakat Adat secara Adat, maka kedudukan anak tiri atau Bapak Rudolf Lumban Tobing tidak memiliki hak mewaris dalam kasus ini. Kedudukan hak waris anak tiri, menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu memiliki hak waris dari harta peninggalan orang tua kandungnya, Pasal 832 dan 852. Kedudukan hak waris anak tiri menurut Undang-Undang Perkawinan No 16 Tahun 2019 yaitu tidak dapat mewaris dari harta peninggalan orang tua tirinya, Pasal 55. Akan tetapi memiliki hak waris dari harta peninggalan orang tua kandungnya, Pasal 29 dan 36 Ayat 2

Downloads

Published

2022-12-27

How to Cite

Paulus Hutasoit, Y., Daru Nugroho, B. ., & Utarie Nasution, F. . (2022). Legal Memorandum Tentang Hak Mewaris Anak Tiri Laki-Laki Pada Masyarakat Batak Toba Ditinjau Berdasarkan Hukum Adat Batak Toba Dan Hukum Positif Indonesia. Journal of Comprehensive Science (JCS), 1(5), 1316–1327. https://doi.org/10.59188/jcs.v1i5.165